Jakarta, PemudaMusliminNews —
Partai politik (parpol)
sudah persiapan mengambil ancang-ancang menghadapi pemilihan presiden (Pilpres)
2019. Pasca Suksesnya Pilkada Serentak Di 171 daerah, 17 provinsi, 39 kota, dan
115 kabupaten pada Juni 2018. Sejumlah kemungkinan bisa saja terjadi
pada Perhelatan pesta demokrasi lima tahunan ini, termasuk soal siapa yang
bakal diusung sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.
Sekretaris
Jendral Pimpinan Besar (PB) Pemuda Muslimin Indonesia Evick Budianto memprediksi akan ada tiga
skenario dalam Pilpres 2019. Ketiga skenario itu adalah head to head, muncul
poros ketiga, dan hanya ada satu calon.
Untuk skenario pertama, Evick mengilustrasikan,
hanya ada dua kubu yang diperkirakan akan diisi oleh Joko Widodo (Jokowi) dan
Prabowo Subianto. "Tapi, skenario ini terbilang riskan terhadap demokrasi.
Pemilih hanya terpatok pada dua pilihan saja," ujar Evick pada media saat hadiri
udangan acara deklarasi
Solidaritas Ulama Muda Jokowi ( Samawi) di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, 10-07-1018.
Skenario
kedua adalah munculnya poros ketiga yang dimotori partai Demokrat, Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Atau Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) akan lebih memainkan perannya kali ini dikarenakan sudah saatnya
partai ini mengusung Capres dan Cawapres
sendiri. Evick melihat skenario ini sebagai kondisi yang bagus terhadap
demokrasi Indonesia. Sebab, memberikan semakin banyak pilihan kepada pemilih.
Evick
juga mengkritik keras sikap parpol-parpol yang sekadar memilih bergabung dalam
koalisi gemuk, sehingga mengarah ke calon tunggal. Walaupun mungkin calon
tunggal ini tidak aka pernah terjadi, upaya untuk mengarahkan capres tunggal,
menurutnya Indonesia mundur dan akan kembali ke sistem otoritarian.
Demokrasi yang mengarah ke calon tunggal,
ungkapnya, menunjukkan demokrasi Indonesia dikebiri. Karena esensi demokrasi
adalah partisipasi, representasi dan kontestasi/kompetisi. "Bila tiga hal
itu tidak ada, demokrasi mengalami set back (kemunduran fatal) yang
serius," tegasnya.
Idealnya, kata dia, demokrasi yang memberi
peluang pemilu dilaksanakan secara substantif dengan mendorong partai-partai
membangun diri dan berkoalisi secara terukur. Banyaknya parpol harus mampu
merepresentasikan aspirasi atau kehendak rakyat.
Karena menurut dia, keragaman atau kemajemukan
rakyat bisa tercermin dari munculnya calon-calon pemimpin baru dalam pemilu.
Sedangkan, demokrasi dengan calon tunggal menyalahi semangat dan roh demokrasi
yang memberikan peluang kepada warga negara memenuhi kriteria untuk maju dlm
Pemilu 2019.
Skenario
terakhir, hanya ada satu calon atau calon tunggal dalam Pilpres 2019. Hal ini
mungkin saja terjadi karena adanya keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal
222 Undang-Undang no 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. "Di dalam
peraturan, mensyaratkan parpol gabungan harus memiliki suara minima 20 persen
untuk mengajukan calon presiden dan wakilnya," ungkap Evick.
Skenario ini juga mungkin terjadi apabila
Jokowi dan Prabowo duduk dalam satu meja dan menjadi pasangan. Meski ini
terdengar sulit dipercaya, Evick menjelaskan, dunia politik memiliki banyak
kemungkinan bro. Ungkapnya.
Dari tiga skenario tersebut, Sekjen PB Pemuda
Muslimin mengatakan skenario ketiga memiliki kemungkinan terkecil. Sebab,
Pilpres 2019 merupakan momentum yang sangat ‘seksi’ untuk dilewatkan semua partai
politik (parpol). "Jadi, tidak mungkin mereka tidak mengajukan
calon," imbuhnya.
Analisa Evick, karena begitu seksinya Pilpres
2019, parpol bahkan tidak segan untuk mengalami risiko buruk. "Ibaratnya,
kalaupun kalah, mereka lebih baik mengajukan calon dibanding dengan tidak sama
sekali terlibat dalam Pilpres 2019," Mari kita semua ber do’a semoga
Pilpres 2019 berjalan aman dan lancar, aamiin, tutupnya.
Red/Departemen
Kominfo PB Pemuda Muslimin Indonesia