JAKARTA, PemudaMusliminNews - Sedikit kami ulas Lika-liku Komite Nasional pemuda Indonesia (KNPI) bermula
dari kegagalan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) sebagai wadah generasi
mahasiswa untuk melanjutkan perannya dalam masa Orde Baru. Berkurangnya peran
KAMI sebagai wadah persatuan dan kesatuan generasi muda mahasiswa menimbulkan
situasi tidak menentu dalam melanjutkan peranan kaum muda pada masa berikutnya.
Kaum muda, baik secara individual maupun secara organisasi sulit untuk
melakukan gerakan mencapai sasaran bersama ditengah situasi konflik nasional.
Keretakan di tubuh KAMI mulai tumbuh, baik
langsung maupun tidak langsung, ketika masing-masing organisasi yang tergabung
dalam KAMI seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Pemuda Muslimin Indonesia
(Pemuda Muslim), PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI
(Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia) dan PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia), Organisasi Mahasiswa
Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung
(Imaba), mulai kembali ke akar primordialnya baik secara ideologi maupun
politik. Walaupun afiliasi itu terlalu langsung, pertentangan ideologis antar
partai politik tercermin dalam tataran gerakan Pemuda dan mahasiswa. Namun
begitu, satu hal yang masih disadari adalah bahwa peran yang lebih berarti yang
dapat dimainkan oleh kaum muda dalam kehidupan bangsa dan negara bisa dilakukan
apabila persatuan dan kesatuan sebagai semangat tetap dijiwai kaum muda dan
pengejawantahan dalam wujud fisik seperti yang pernah dilakukan KAMI.
Sewaktu melakukan kiprah
sendiri-sendiri, pertanyaan-pertanyaan tentang persatuan dan kesatuan pemuda
serta perwujudan wajah fisiknya menjadi suatu yang lebih sentral dalam
pemikiran kaum muda. Dalam keadaan ini, kaum muda menyadari bahwa diperlukan
suatu orientasi baru dalam melihat persoalan bangsa dan negara. Orientasi baru
tersebut akan berorientasi pada pemikiran yang jauh melebihi kelompoknya
sendiri, sehingga dapat menjangkau seluruh bangsa dimasa kini dan masa yang
akan datang. Masalah ini juga menjadi perhatian kekuatan sosial politik yang
tengah tumbuh sebagai suatu gejala dalam kehidupan politik di Indonesia yaitu
Golongan Karya (Golkar) sebagai fenomena baru dalam sistem politik di
Indonesia.
Median Sirait yang menjabat sebagai Sekretaris Bidang Pemuda dan Pelajar Mahasiswa Cendekiawan dan Wanita (Papelmacenta) Golongan Karya, menyatakan bahwa pembaharuan sosial politik dengan menampilkan ikatan-ikatan baru dengan meninggalkan ikatan lama dan ideologi yang sempit. Papelmacenta Golkar pada tahun 1970-an memperkenalkan ikatan-ikatan baru di kalangan mahasiswa berupa ikatan kesamaan disiplin ilmu yang sedang dijalani. Ikatan ini kemudian dikenal dengan ikatan mahasiswa profesi. Sejak itu dikenal dalam kehidupan mahasiswa organisasi-organisasi profesi seperti IMKI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia), Mafasri (Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia), IMEI (Ikatan Mahasiswa Ekonomi Indonesia), IMPsi ((Ikatan Mahasiswa Psikologi Indonesia), dan lain-lainnya yang keseluruhannya mencapai 14 organisasi mahasiswa profesi.
Kehidupan dunia kepemudaan pada masa setelah kemunduran KAMI memiliki beberapa
ciri menarik yang dapat dilihat dari perkembangannya. Salah satu ciri tersebut
adalah bahwa dunia kepemudaan lebih didominasi oleh para mahasiswa. Penyebabnya
adalah karena pemimpin-pemimpin organisasi pemuda lebih banyak dipegang oleh
para aktivis mahasiswa juga. Di samping itu, faktor lainnya adalah sikap
independensi yang ditampilkan oleh organisasi mahasiswa ikut mendorong
pengaruhnya di masyarakat ketimbang organisasi pemuda yang lebih banyak menjadi
underbow partai politik.
Dari dialog yang dikembangkan oleh para tokoh
KAMI yang diperluas dengan tokoh-tokoh dewan mahasiswa, timbul keinginan untuk
mencoba mencari jalan dari kebuntuan untuk melahirkan wadah persatuan dan
kesatuan mahasiswa. Salah satu upaya perwujudan dari usaha tersebut adalah
lahirnya gagasan untuk menyelenggarakan suatu mausyawarah nasional mahasiswa
Indonesia. Hasrat lama yang tumbuh di kalangan mahasiswa sejak 1960-an dicoba
kembali untuk diwujudkan secara nyata. Munas mahasiswa yang berlangsung di
Bogor 14-21 Desember 1970 mengarah pada pembentukan wadah persatuan nasional
atau populer dengan istilah Nation Union of Students (NUS). Namun, kesepakatan
pembentukan NUS gagal tercapai. Kegagalan ini disebabkan oleh adanya presepsi
yang sama mengenai bentuk dan format yang jelas tentang organisasi yang akan
dibentuk dan juga disebabkan oleh adanya rasa saling curiga antar organisasi
ekstra universitas.
Golkar yang menjadi kekuatan politik utama
Orde Baru segera melakukan pendekatan yang dilakukan oleh Median Sirait
(sekjend Papelmacenta), Abdul Gafur (kemudian menjadi Menteri pemuda dan
Olahraga) serta David Napitupulu terhadap organisasi kemahasiswaan untuk
mensosialisasikan gagasan pembentukan wadah kepemudaan tingkat nasional.
Perundingan dilakukan sebagai penjajagan yang lebih konkret dimulai dengan
pertemuan-pertemuan informal secara bilateral antara Sekretaris Papelmacenta
dengan Ketua GMNI Suryadi, Ketua HMI Akbar Tandjung, dan pimpinan organisasi
mahasiswa lainnya seperti PMII, PMKRI, GMKI yang saat itu tergabung dalam
kelompok Cipayung. Pendekatan terhadap organisasi kepemudaan dilakukan sama
seperti yang telah dilakukan terhadap organisasi kemahasiswaan. Pertemuan ini
antara lain dilakukan dengan GPM (Gerakan Pemuda Marhaen), GP Anshor, Pemuda
Muslimin Indonesia, Pemuda Muhammadiyah dan lain-lain.
Pertemuan bulan Mei,
Juni dan Juli dilakukan secara kontinyu, dan praktis merupakan peyeragaman visi
tentang urgensi wadah nasional yang akan dibentuk.
Pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan
Davd Napitupulu sebagai ketua umum pertama. Dalam sambutannya ia mengatakan
bahwa KNPI berbeda dengan bentuk organisasi pemuda yang dikenal sebelumnya,
seperti Front Pemuda yang bersifat federasi yang anggotanya terdiri dari
ormas-ormas pemuda, Komite ini tidak mengenal keanggotaan ormas, oleh karena
itu Komite ini bukanlah suatu federasi. Dengan memberanikan diri menampilkan
tokoh-tokoh eksponen pemuda yang bersumber dari semua ormas-ormas pemuda yang
ada di tingkat nasional sebagai orang yang dipercaya sebagai pemimpin KNPI ini,
maka tidak berlebihan kalau KNPI akan mempunyai resonansi di masyarakat,
khususnya di kalangan pemuda.
Melihat sejarahnya, berdirinya KNPI merupakan
bagian dari strategi Orde Baru dalam rangka membangun korporatisme negara.
Usaha ini dilakukan dalam rangka penegaraan berbagai kegiatan organisasi
kemasyarakatan dan privatisasi beberapa urusan kenegaraan. Dengan kata lain,
korporatisme negara adalah suatu sistem perwakilan kepentingan yang melibatkan
pemerintah secara aktif dalam pengorganisasian kelompok kepentingan sehingga
kelompok-kelompok kepentingan itu terlibat dalam perumusan kebijakan umum.
Segera saja, setelah KNPI dibentuk, organisasi ini menjadi pengawal kebijakan
pemerintah Orde Baru di bidang kepemudaan dan kemahasiswaan.
Eksistensi KNPI berlangsung cukup lama sampai
lembaga ini kembali ?digugat? setelah tumbangnya rezim Orde Baru pada Mei 1998
dengan munculnya banyak wacana mengenai pembubarannya. Dalam banyak hal, KNPI
bukanlah representasi organisasi kepemudaan yang kritis yang hadir untuk
memberikan tanggapan atas disparitas ekonomi, budaya, sosial dan politik pada
saat itu, melainkan malah menjadi garda depan yang ikut serta melanggengkan
rezim.
Tuntutan pembubaran KNPI bisa dilacak
dan diuraikan dalam penjelasan berikut; pertama, kelahiran KNPI merupakan by
design yang diinisiasi kekuasaan dan bukan genuin yang digagas dan dipelopori
oleh para pemuda. Dalam konteks seperti ini, otentisitas/kemurnian KNPI yang
akan memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil. Karena sifatnya yang by design,
yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan kepanjangan tangan si pembuat
desain, dalam hal ini rezim Orde Baru.
Kedua, dalam perjalanannya KNPI tidak lebih
dari sekedar alat dan distribusi kekuasaan. Tidak dimungkiri bahwa KNPI telah
menjadi elan vital dan resources politik yang strategis bagi pemerintahan
Soeharto dengan manjadikan Golkar dalam proses pengkaderan sekaligus bamper
politiknya. Realitas ini dapat diamati dari para tokoh KNPI yang kemudian
menjadi anggota legislatif dan menteri pada pemerintahan Soeharto.
Ketiga, KNPI menjadi medan magnet bagi
?perkelahian? untuk memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk
meretas karir di bidang politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan
Pemuda (OKP) yang terlibat didalamnya. Karena itu KNPI lebih memperlihatkan
watak sebagai organisasi kepemudaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering
nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan an-sich
mengakui KNPI sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui.
Reformasi 1998 telah mengkoreksi
hampir seluruh peran KNPI selama ini. Idrus Marham yang terpilih sebagai Ketua
Umum pada era Reformasi mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali
peran KNPI di tengah realitas politik nasional. Rejuvenasi dilakukan tak lain
karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang
dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding
yang dialami pada Orde Baru. Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk
independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah.
Dengan visi baru ini, di era reformasi eksistensi KNPI tetap dipertahankan.
Era reformasi yang memberikan kebebasan
politik masyarakat ternyata menggiurkan kaum muda untuk terlibat langsung pada
kepentingan politik partai. Ketua Umum KNPI Hasanuddin Yusuf yang mendirikan
PPI (Partai Pemuda Indonesia) dituntut mundur oleh sebagian besar anggota KNPI
yang terdiri dari ormas pemuda dan mahasiswa, sebab hal ini bisa membawa KNPI
dan pemuda yang tergabung di dalamnya tidak independen dan rentan dengan
kepentingan partai politik. Apalagi posisi ketua umum yang langsung menjadi
ketua umum partai politik dinilai makin mempersulit pemuda di tengah perannya
sebagai salah satu entitas yang netral di masyarakat.
Tuntutan ini mundur ketua umum KNPI
menimbulkan perpecahan di tubuh KNPI. Kongres KNPI ke-12 akhirnya berlangsung
di dua kubu yang berbeda, pertama kubu yang tetap menolak pemecatan ketua umum
mengadakan kongres di Jakarta pada 25-28 Oktober 2008, sementara kongres
lainnya berlangsung di Bali pada 28 Oktober-2 Nofember 2008. Dualisme
kepemimpinan KNPI ini makin mempersulit langkah dan geraknya dalam mewujudkan
perannya di tengah masyarakat. Namun, banyak kalangan menilai dualisme ini akan
segera berakhir sebab pertemuan antara dua kubu ini terus dilakukan.
Pokok-pokok pikiran yang dibentangkan diatas
nampaknya menarik untuk diteliti, selama 35 tahun, fenomena ini muncul dalam
sejarah pergerakan sosial-politik kaum muda. Nampaknya dinamika ini akan terus
berlanjut, kita semua berharap agar Pemuda Indonesia Berhimpun, Bersatu
Padu dalam menentukan arah dan tujuan NKRI dalam menciptakan Peradaban Mulia
Menuju Indonesia Adil, Sejahtera dan Makmur.
Red: PemudaMusliminNews/Dep Kominfo