PEMUDA MUSLIMIN INDONESIA

memperkokoh keislaman dan keindonesiaan menuju peradaban mulia

Selasa, 02 Maret 2021

PB Pemuda Muslimin Indonesia Dorong Syarikat Islam Indonesia: Tinjau Kembali Penetapan Tanggal 20 Mei Sebagai Hari Kebangkitan Nasional

Jakarta, pemudamuslimin-news.com — Ketika Kabinet Hatta (1948-1949 M) mendapat serangan balik dari pelaku kudeta 3 Juli 1946, yakni Tan Malaka dari Marxist Murba dan Muhammad Yamin dalam pembelaanya di Pengadilan Negeri, Kabinet Hatta mencoba mengadakan peringatan Hari Kebangkitan Nasioanal (HARKITNAS). Hal ini diakibatkan pembelaan Tan Malaka dan Muhammad Yamin diangkat di media massa cetak maupun radio, dinilai oleh Kabinet Hatta, akan menumbuhkan perpecahan bangsa yang sedang menghadapi Perang Kemerdekaan (1364-1369 H/1945-1950 M).

Guna menghidari perpecahan tersebut, Kabinet Hatta merasa perlu membangkitkan kembali kesadaran sejarah nasional melawan penjajah. Untuk tujuan tersebut, diperlukan penentuan tanggal awal dan organisasi apa yang mempelopori timbulnya gerakan kebangkitan nasional pada abad ke-20 M. Tampaknya dipilihlah organisasi yang telah mati, Budi Utomo. Jadi, bukan organisasi sosial pendidikan Islam atau organisasi partai politik lainnya yang masih eksis dan tetap berjuang membela Proklamasi 17 Agustus 1945.

Diputuskanlah Budi Utomo. Tanggal berdirinya 20 Mei dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS). Bukan Sarekat Dagang Islam, 16 Oktober 1905. Bukan pula Sarekat Islam Indonesia

Dengan kata lain, seluruh organisasi Islam tersebut masih hidup dan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, Jum’at Legi, 9 Romadhon 1364 H, dan mengakar ditengah rakyat hingga sekarang. Namun, akibat deislamisasi dalam pemilihan sejarahnya, hari jadi Budi Utomo yang tidak berkelanjutan sejarahnya, ditetapkan sebagai HARKITNAS.

Budi Utomo selain sebagai kumpulan elite bangsawan, juga sebagai penganut Kejawen yang tidak sejalan dengan agama Islam yang dianut oleh mayoritas agama Jawa sendiri.Apalagi Islam sebagai agama oleh mayoritas bangsa Indonesia.Budi Utomo sebagai gerakan ekslusif yang menentang gerakan nasional pada zamannya.

Keputusan Kabinet Hattta bila ditinjau dari fakta sejarah, terjadi deislamisasi dasar pemikiran keputusan sejarahnya dan a-historis. Apakah keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari keputusan tidak diakuinya kembali eksistensi empat puluh kekuasaan politik Islam atau kesultanan di Indonesia yang pernah hidup berabad-abad, jauh sebelu m Proklamasi 17 Agustus 1945, berdasarkan Maklumat Presiden Nomor 1 Tahun 1946.(Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I:340-341).

Hari Kebangkitan Nasional yang selama ini diperingati tanggal 20 Mei bukan  tanpa alasan karena pada tanggal tersebut bertepatan dengan lahirnya Budi Utomo 20 Mei 1908 di Batavia (Sekarang Jakarta) oleh mahasiswa kedokteran Stovia dan Soetomo, dkk. Padahal sebelum tanggal tersebut pada tanggal 17 Juli 1905 di Batavia Ummat Islam mendirikan sebuah sekolah modern bernama Jami’at Khoir. Sekolah ini didirikan para pribumi keturunan Arab, keluarga al-Syihab yang sangat progresif dan berpendidikan. Mereka adalah Sayid M. al-Fachir bin Abdurrahman al-Masjhur, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syihab, Sayid bin Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Syehan bin Syihab. Pada masa itu, Jami’at Khoir menjadi satu-satunya lembaga pendidikan modern pertama di Nusantara.Dalam sekolah Jami’at Khoir sudah diajari ilmu berhitung, sejarah, dan ilmu bumi.Kurikulum disusun dengan rapi, dan kelas-kelas terorganisir dengan rapi pula.Itulah sebabnya ada yang menyebut Jami’at Khoir sebagai sekolah modern pertama di Indonesia.Bahasa pengantar sekolah itu adalah bahasa melayu. Bahasa Belanda tidak diajarkan, dan sebagai gantinya diajarkan bahasa Inggris. Para guru yang didatangkan  dari Negara-negara Arab kemudian juga mengajarkan api perlawanan terhadap penjajah.

Tanggal 16 Oktober 1905 di Surakarta berdiri Sarekat Dagang Islam yang kemudian berganti nama menjadi Sarekat Islam yang didirikan oleh Haji Samanhoedi (1868-1956), seorang pengusaha batik yang peduli terhadap nasib perekonomian pribumi saat itu.

Begitu pula dengan M. Natsir yang menyatakan tahun berdirinya Sarekat Islam yaitu tahun 1905 dan tahun berdirinya Budi Utomo tahun 1908. (M. Natsir, Revolusi Indonesia hal. 9).

Sarekat Dagang Islam lahir sebagai jawaban terhadap upaya penjajahan modern yang menjadikan Indonesia sebagai pasar dan sumber bahan mentah bagi industri penjajah Barat. Sarekat Dagang Islam atau Sarekat Islam (Red; Syarikat Islam Indonesia) merupakan organisasi Islam tertua dari semua organisasi massa di tanah air. Jika dilihat dari urutan sejarahnya, tentu Sarekat Dagang Islam dan sekolah Jami’at Khoir telah lebih dulu berdiri ketimbang Budi Utomo.Baik Sarekat Dagang Islam maupun Sekolah Jami’at Khoir mengajarkan semangat kebangkitan untuk melawan segala bentuk penjajahan asing.Karena itu, kedua organisasi ini dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah colonial Belanda.Sarekat Dagang Islam berhasil menjadikan pasar sebagai penggerak ekonomi dan pembangkit kesadaran nasional melawan hegemoni ekonomi asing.Sedangkan Jami’at Khoir membangun kesadaran nasional untuk bangkit melawan penjajah melalui pendidikan.

Jika disetarakan dengan organisasi pergerakan sezamannya Sarekat Islam adalah satu-satunya organisasi modern pergerakan yang memiliki kegiatan usaha yang mencakup hampir semua bidang sesuai kebutuhan bangsa Indonesia saat itu, yaitu bidang sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, keagamaan, dan tentu saja politik. Tambahan pula dalam Sarekat Islam agama Islam berfungsi sebagai ideologi sehingga gerakan itu lebih merupakan suatu revivalisme, yaitu kehidupan kembali kepercayaan dengan jiwa atau semangat yang berkobar-kobar. Semangat religius tidak hanya menjiwai gerakan Sarekat Islam, tetapi juga memobilisasi pengikut yang banyak.

Buku Seabad Kontroversi Sejarah karya Asvi Warman Adam mengemukakan pendapat Sarjono Kartodirjo terhadap SI dengan ungkapan “banjir besar” dalam arti bahwa massa dapat dimobilisasi serentak secara besar-besaran, baik dari kota-kota maupun daerah pedesaan. Dengan bidang garap yang “multi dimensi” itu Sarekat Islam benar-benar menunjukkan gerakan rakyat yang sulit dibendung. Kenyataan ini yang menimbulkan kecemasan Pemerintah Colonial Belanda.

Untuk menandingi gerakan umat tersebut (Jami’at Khoir dan Sarekat Islam), pemerintah colonial Belanda yang khawatir eksistensinya terancam kemudian membentuk organisasi tandingan.Maka dibentuklah organisasi Budi Utomo yang orang-orangnya kejawen (untuk menandingi Jami’at Khoir) dan Sarekat Dagang Islamiyah (untuk menandingi Sarekat Dagang Islam) tahun 1909 di Bogor.Sarekat Dagang Islamiyah didirikan oleh R.M.T Adhisoeryo, seorang sekertaris organisasi Sarekat Priyayi.

Budi Utomo dan Sarekat Dagang Islamiyah mendapat perlindungan dana-dana dari pemerintah colonial Belanda.Mereka adalah pegawai negeri (ambtenaar) yang digaji Belanda untuk mempertahanakan penjajahan di Indonesia. Dirk van Hinloopen Labberton ketua Theosofi Cabang Hindia Belanda menjadi penasihat utama Budi Utomo, sedangkan C.J. Feith seorang asisten residen di Bogor menjadi pelindung Sarekat Dagang Islamiyah. Ini membuktikan ada kedekatan antara kedua organisasi itu dengan pemerintah colonial Belanda.(Tiar Anwar Bachtiar, dkk, Sejarah Nasional Indonesia Perspektif Baru II:129& Asvi Warman Adam, Seabad Kontroversi Sejarah hal. 25).

Budi Utomo adalah organisasi sempit, local dan etnis sentries.Hanya orang Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggotanya. 

Dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahan dalam penyusunan Anggaran Dasar Organisasi pun Budi Utomo tidak menggunakan bahasa Indonesia, melainkan menggunakan bahasa Belanda. A.K. Pringgodigdo mengungkapkan, “Walaupun Budi Utomo perkumpulan buat seluruh Jawa dan oleh karena itu bermula mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa perantaraan, tetapi sudut sosiaal-cultureel Budi Utomo hanya memuaskan untuk penduduk Jawa Tengah”.Rasa keunggulan budaya orang Jawa sering muncul ke permukaan bahkan di Bandung ada cabang-cabang tersendiri untuk anggota orang-orang Jawa dan Sunda.

Dalam rapat-rapat, Budi Utomo tidak pernah membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka.Mereka hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda.Dalam pasal-pasal Anggaran Dasar Budi Utomo tertulis tentang tujuan organisasi, yakni untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis.

Tujuan Budi Utomo tersebut jelas bersifat Jawa-Madura sentries.Sama sekali bukan kebangsaan.Budi Utomo juga memandang Islam sebagai “batu sandungan” bagi upaya mereka. Noto Soeroto, salah satu tokoh Budi Utomo, di dalam salah satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini Alsrichtnoer voor de Indische Vereniging berkata, “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya…..sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan.”

Dr. Soetomo pernah menyatakan bahwa Ka’bah adalah berhala orang Arab dan Digul adalah kamp tahanan, di mana pemimpin-pemimpin nasionalis selama ini dipenjarakan, adalah lebih baik daripada Mekkah. Ia berpendapat bahwa orang yang “pergi ke Digul” keluar dari konviksi, sementara umat Islam pergi ke Mekkah hanya dikarenakan kewajiban agama. (Howard M. Federspiel, Persatuan Islam : Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX hal. 116-117, A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia hal. 10 dan Asvi Warman Adam, Seabad Kontroversi Sejarah hal. 23).

Dr. wahidin Soedirohoesodo memandang bahwa kebudayaan Jawa dilandasi terutama oleh ilham Hindu-Budha, mengisyaratkan bahwa sebagian penyebab kemerosotan masyarakat Jawa adalah kedatangan agama Islam, dan berusaha memperbaiki masyarakat Jawa melalui pendidikan Belanda. (Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 hal. 354).

Sebuah artikel di Suara Umum, sebuah media massa milik Budi Utomo di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya terdapat tulisan yang berbunyi, “Digul lebih utama daripada Mekkah. Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu kamu punya kiblat”.

Media cetak berbahasa Jawa milik Budi Utomo yang bernama Djawi Hisworo yang terbit di Surakarta mengungkapkan artikel tulisan Marthodarsono dan Djokodikoro, pada 9 dan 11 januari 1981, yang isinya menghina Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam sebagai “seorang pemabuk” dan “penghisap candu”. Dengan adanya artikel tersebut pimpinan Sarekat Islam dalam suatu rapat umum di Surabaya dalam bulan Februari 1918 merekapun melahirkan perasaan marah mereka terhadap penulis-penulis itu dan terhadap harian tersebut. mereka juga menuntut pemerintah colonial Belanda agar menindak kedua penulis dan pimpinan redaksi Djawi Hisworo. Selain itu Central Sarekat Islam membentuk panitia Tentara Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam dengan tujuan membangun kesatuan dan persatuan lahir dan batin antar Muslimin; dan Menjaga dan melindungi kehormatan agama Islam, kohormatan Rosullullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan kehormatan kaum Muslimin.(Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942 hal. 143).

Karena sikapnya yang tunduk dan setia kepada pemerintah kolonial Belanda, maka tidak ada satu orang pun anggota Budi Utomo yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Arah perjuangan Budi Utomo tidak berasas kebangsaan, melainkan Chauvinisme sempit, sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja membuat kecewa dua tokoh besar Budi Utomo sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo kemudian diikuti oleh Soejaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Kekecewaan mereka pun mengakibatkan mereka hengkang dari Budi Utomo. Abdoel Moeis dari Sarekat Islam yang hadir dalam kongres kedua Budi Utomo di Jogjakarta, 11-12 Oktober 1909 mengingatkan tentang sikap pimpinan Budi Utomo yang sudah berusia tujuh tahun (1908-1915). Menurutnya, Budi Utomo dipimpin oleh orang-orang pandai, tetapi sangat konservatif dan tidak mau mengubah statuten atau anggaran dasarnya.

Bukan itu saja, di belakang Budi Utomo pun terdapat fakta yang mencengangkan. 

Raden Adipati Tirtokusumo, Ketua pertama Budi Utomo, ternyata seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895. Sekertaris Budi Utomo (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabang sendiri dengan nama Mason Boediardjo. Hal ini diungkapkan dalam Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 karya Dr. Th. Stevens.Buku itu merupakan buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.

Bandingkan dengan Sarekat Islam yang keanggotaannya terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Sebab itu para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku, seperti Haji Samanhudi dan HOS Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera barat, dan AM Sangaji dari Maluku. Sarekat Islam bertujuan Islam Raya dan Indonesia raya, bersifat nasional.

Anggaran Dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia dan bersikap non-kooperatif dengan Belanda. Sarekat Dagang Islam terus diawasi secara ketat oleh pemerintah Belanda.Bahkan, Sarekat Dagang Islam dituding sebagai dalang kerusuhan anti-Cina pada tahun 1912 yang mengakibatkan terusirnya etnik tersebut dari Surakarta.Padahal, huru-hara tersebut dilakukan oleh Laskar Mangkunegara atas dukungan pemerintah Kolonial Belanda.Dampak dari peristiwa ini, organisasi Sarekat Dagang Islam mendapat skorsing dari residen Solo.Setelah skorsing dicabut pada bulan Agustus 1912, umat Islam mendirikan Sarekat Islam Raya, pada 10 September 1912. Anggaran Dasar organisasi ini menyatakan :

1.  Semangat dagang dikembangkan di kalangan penduduk pribumi.

2.  Membantu anggota yang dalam kesulitan yang tidak lantaran kesalahan mereka sendiri.

3.  Pembangunan jiwa dan semangat kebendaan  ditingkatkan di kalangan penduduk pribumi.

4.  Melawan pikiran2 keliru mengenai Islam dan mengembangkan hukum dan adat kebiasaan Islam.

Baca Juga: Sejarah Syarikat Islam Indonesia dan Bangsa 

Dua tiang utama Sarekat Islam adalah semangat dagang dalam melawan hegemoni kapitalis asing dan semangat keIslaman, yang tak hanya ditujukan kepada kalangan santri dan pribumi lainya,tetapi juga ditujukan kepada para pedagang Arab. Sarekat Islam berhasil menghimpun dana melalui kekuatan dagang dan menghimpun kekuatan politik berbasiskan Islam. Pada tahun 1912 juga kemudian Sarekat Islam muncul dialihkan kepemimpinannya dari Haji Samanhoedi kepada Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Pengalihan kepemimpinan itu kemudian diikuti dengan rapat akbar di Surabaya tahun 1913. Rapat ini memutuskan dibentuknya Central Sarekat Islam (CSI) di Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung.Dengan dibukanya CSI di beberapa wilayah itu, maka sifat organisasi Sarekat Islam makin meluas ke berbagai wilayah di Nusantara.

Dalam perjalanan selanjutnya, peran Sarekat Islam makin mengokohkan dirinya sebagai organisasi yang konsisten menggalang kekuatan rakyat untuk melawan segala bentuk penjajahan.Sarekat Islamlah yang memperkenalkan istilah nasional pertama kali pada tahun 1916 saat diadakan kongres pertama Central Sarekat Islam di Bandung. Dalam kongres nasional tahun 1916 itu jumlah anggota Sarekat Islam sudah mencapai 860.000 orang, yang berasal dari 80 cabang Sarekat Islam. Ini jauh berbeda dengan jumlah anggota Budi Utomo ketika itu yang tidak mendapat sambutan luas dari masyarakat.Budi Utomo pada masa keemasannya saja, pada tahun 1909, hanya beranggotakan tak lebih dari 10.000 orang. Ini membuktikan bagaimana sambutan spektakular dari rakyat Indonesia terhadap Sarekat Islam. Bahkan menurut A.K. Pronggodigdo, pada tahun 1919 jumlah anggota Sarekat Islam sudah mencapai 2 juta anggota. (Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia hal. 9).

Dalam kongres-kongres Sarekat Islam dibicarakan dengan tegas perlunya pemerintahan sendiri (zelf bestuur) berparlemen dan undang-undang sendiri.Nasional kongres Central Sarekat Islam pertama juga menuntut agar diizinkan ikut serta membangun Indie Weerbar Actie (Aksi ketahanan Hindia) untuk memperkuat pertahanan dalam mengantisipasi meluasnya Perang Dunia I ke Nusantara. CSI juga melakukan perlawanan terhadap upaya kelompok komunis yang akan memecah Nusantara, dan Sarekat Islam khususnya. Paham komunisme yang dibawa oleh Josephus Hendricus Marie Sneevliet dianggap sebagai bahaya yang mengancam persatuan nasional.

Selain Haji Samanhoedi dan Haji Oemar Said Tjokroaminoto dari Jawa, tokoh Sarekat Islam yang terkenal lainya diantaranya H. Agus Salim dan Abdoel Moeis keduanya dari Bukit Tinggi.Ini menunjukan bahwa organisasi Sarekat Islam melepas sekat-sekat kedaerahan. Dalam kongres tahun 1917, Sarekat Islam dengan tegas menyatakan perlunya perlawanan untuk menghancurkan kapitalisme jahat (Zonding kapitalisme). Pada masa itu Sarekat Islam membagi 8 program kerja :

1.      Sikap politik Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak volksrad (dewan rakyat).

2.      Dalam bidang pendidikan, menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan penerimaan murid di sekolah-sekolah. Menuntut terlaksananya wajib belajar untuk penduduk sampai usia 15 tahun, perbaikan segala lembaga pendidikan, menuntut penambahan jumlah sekolah, memasukkan pelajaran keterampilan, perluasan sekolah hukum dan sekolah kedokteran menjadi universitas, dan pemberian beasiswa pada pemuda-pemuda Indonesia untuk belajar di luar negeri.

3.      Dalam bidang agama Sarekat Islam menuntut dihapuskannya segala macam undang-undang dan peraturan yang menghambat tersebarnya Islam, pembayaran gaji bagi para kiai dan penghulu, subsidi bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam dan pengakuan hari-hari besar Islam.

4.      Dalam bidang keadilan dan penegakan hukum Sarekat Islam menuntut pemisahan kekuasaan yudikatif dan eksekutif, dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama diantara golongan penduduk negeri.

5.      Dalam bidang agrarian Sarekat Islam menuntut penghapusan particulere landerijen (milik tuan tanah) dan dengan mengadakan ekspansi dan perbaikan irigasi.

6.      Dalam bidang industri yang memenuhi pelayanan dan barang-barang yang bersifat pokok bagi rakyat banyak. Diantaranya perusahaan tekstil, pabrik kertas, industry besi, gas, air, dan listrik.

7.      Dalam bidang keuangan Sarekat Islam menuntut pajak-pajak berdasar proporsional, juga menuntut adanya bantuan pemerintah bagi perkumpulan koperasi.

8.      Menuntut adanya pelarangan yang tegas bagi minuman keras dan candu, perjudian dan prostitusi, melarang penggunaan tenaga anak-anak mengeluarkan peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan tenaga kerja, serta menambah jumlah poliklinik gratis.

Kongres-kongres Sarekat Islam pada masa selanjutnya semakin membuktikan bahwa organisasi ini konsisten membangun kesadaran nasional rakyat untuk bangkit melawan penjajahan.Kesadaran politik yang dibangun oleh Sarekat Islam tidak etnosentris (mementingkan etnis tertentu), seperti organisasi Budi Utomo. Karena itu, melihat dari runtutan dan fakta-fakta sejarah, berdirinya Sarekat Dagang Islam di Surakarta pada 16 Oktober 1905 yang kemudian menjadi Sarekta Islam Raya pada 10 September 1912, yang begitu gigih membangkitkan kesadaran nasional untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah asing, memperjuangkan kemerdekaan dan ikut mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan.

Prof. Ralston Hayden, guru besar dari Amerika Serikat mengatakan, “Pergerakan Sarekat Islam ini akan berpengaruh besar akan kejadiannya politik dikelak kemudian hari, bukan saja di Indonesia, tetapi di seluruh dunia timur jua adanya”. (Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi I:9)

Ki Hajar Dewantara mengatakan, “Gerakan Sarekat Islam telah berhasil menggerakan kesadaran berbangsa dan bernegara, dengan menjadikan Islam sebagai simbol nasional”. (Kholid O. Santosa dalam Prof. DR. A. Syafii Ma’arif, dkk, Menggugat Sejarah hal. 10).

Gerakan Sarekat Islam dalam membangkitkan semangat persatuan memang mampu mempengaruhi pergerakan-pergerakan yang muncul sesudah itu. Tidak saja dalam kepeloporan pergerakan, tetapi juga dalam kepeloporan pembuatan lambangpada gerakan bangsa Indonesia selanjutnya. Lambang-lambang Sarekat Islam itu diantaranya, bulan bintang,banteng, tali, rantai, dan padi kapas.Lambang banteng berpengaruh terhadap lambang PNI dan Partindo pada masa gerakan nasional, lambang bulan bintang dipakai oleh partai Masyumi pada masa Demokrasi Liberal dan sesudahnya. Pada masa fungsi partai politik, lambang banteng juga dipakai oleh PDI. Lambang tali dipakai oleh NU, lambang kemudi nahkoda dipakai oleh korps TNI. Lambang timbangan dipakai oleh Kejagung dan Pengadilan, dan lain-lain.

Dan sekarang kita masih menyaksikan pengaruh lambang Sarekat Islam terhadap lambang negara Burung Garuda. Gambar banteng, rantai, padi dan kapas yang ada dalam perisai Burung Garuda berasal dari lambang-lambang Sarekat Islam itu yang berpengaruh dan dipakai pada beberapa lambang partai politik yang ada di Indonesia dewasa ini.

Dengan demikian, sebagai perintis, Sarekat Islam tidak saja telah berhasil membangkitkan semangat berbangsa dan bernegara, tetapi juga menunjukkan bahwa prinsip-prinsip dasar Islam dalam sejarah Indonesia, telah menjiwai semua aspek kehidupan bangsa, termasuk aspek ekonomi, sosial politik, bahkan ideologi negara. Selain itu, Sarekat Islam ikut mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan dan sampai saat ini Sarekat Islam masih eksis sedangkan Budi Utomo tidak turut mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan, karena resmi dibubarkan pada tahun 1935.(Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 hal. 357)

Endang Saifuddin Anshari pernah menulis tentang kekagumannya terhadap partai Sarekat Islam khususnya dan organisasi Islam khususnya dengan tulisannya, “Organisasi sosial dan nasional yang pertama adalah organisai muslim: Sarekat Dagang Islam (1905). Organisasi politik yang Indonesia yang pertama adalah organisasi politik muslim: Sarekat Islam, Partai Sarekat Islam kemudian Partai Syarikat Islam Indonesia (1911)”. (2004:240)

Kalau seperti itu faktanya, lalu kenapa hari lahir Budi Utomo yang dipilih oleh pemerintah sebagai tonggak Kebangkitan Nasional? Untuk menjawab itu, Asvi Warman Adam berkata, “Bagi pemerintah kolonial Belanda  jelas Budi Utomo yang dipandang penting. Organisasi itu sesuai dengan Politik Etis yang dicanangkan mereka awal abad ke-20, ingin meningkatkan pendidikan tetapi tanpa terjun ke politik praktis. Sedangkan Sarekat Islam lebih dipandang sebagai gerakan yang berbahaya, sebab itu pengakuan pemerintah kolonial terhadap perhimpunan ini hanya bersifat lokal. Pandangan serupa diteruskan oleh pemerintah Orde Baru yang memandang organisasi seperti Budi Utomo lebih cocok dengan program stabilitas nasional. Sedangkan perkumpulan seperti Sarekat Islam itu berpotensi menimbulkan gejolak. Itulah sebabnya dalam buku-buku sejarah nasional kita, Budi Utomo yang ditonjolkan. Bahkan selalu ditekankan bahwa organisai tersebut tidak bersifat kedaerahan”. (Seabad Kontroversi Sejarah hal. 26-27).

Maka tepat apa yang dikatakan K.H. Firdaus A.N (mantan Ketua Majelis Syuro Sarekat Islam dan Anggota Majelis Ulama Persatuan Islam sekarang Dewan Hisbah), “Hari kebangkitan Nasional yang kadung diperingati setiap tanggal 20 Mei seharusnya diganti tanggal 16 Oktober, karena pada hari itu Sarekat Islam berdiri”. (K.H. Shiddiq Amien, Islam Dari Akidah Hingga Peradaban, hal. 317. Lihat juga Majalah Risalah No. 6 Th. 46 Ramadhan 1429 / September 2008 hal. 4-5).

Lebih jauh Asvi Warman Adam mengusulkan, “Kini bingkai sejarah itu telah retak. Perlu dibuat yang baru”. (Seabad Kontroversi Sejarah hal. 27).Terlepas dari itu semua, kita harus sadar akan pesan yang disampaikan oleh Kuntowijoyo yaitu, “Urusan Sejarawan hanyalah memperjelasnya, dan urusan peringatan itu sepenuhnya adalah keputusan politik”.(Pengantar Ilmu Sejarah hal. 47).

Selain KH. Firdaus AN yang “menggugat” hari kebangkitan nasional 20 Mei ada juga yang sependirian dengan beliau diantaranya peneliti dan sejarawan Robert van Niels dan masih banyak sejarawan yang lain. Masih adakah peran Islam dan umat Islam di negeri ini yang dilupakan?.Wallahu a’lam bishshowab.




Share:

SILATNAS 2021

SILATNAS 2021
Sukseskan Silatnas Pemuda Muslimin 2021

Official Account Media Sosial

Kabar Viral

Bersama Lawan Corona

PILIHAN REDAKSI

Muhtadin Sabili Ditetapkan Jadi Ketua Umum PB Pemuda Muslimin Lewat Aklamasi

Bogor, PemudaMuslimin-News.Com — Forum tertinggi organisasi Majelis Syuro (Kongres Nasional) Pemuda Muslimin Indonesia  menyepakati dan m...