JAKARTA, PemudaMusliminNews - Ummat Islam di
seluruh dunia bolehlah berbahagia karena malam ini sudah sampai di hari lebaran
setelah diuji selama sebulan penuh di bulan Ramadhan, artinya sudah secara sah
terlewati. Lelah payah yang dilakukan, insya allah diganti dengan kesucian dan
ampunan. Setidaknya, begitulah janji Allah kepada manusia yang bertakwa.
Jikalau kita ingat, pada saat menyambut momen
lebaran itu, semuanya pasti sibuk. Mall mall penuh sesak oleh mereka yang
berburu diskon. Pasar ramai dengan orang-orang yang mencari jajanan untuk
keperluan di hari lebaran.
Tidak terkecuali di jalanan, jalanan nampak
berpacu dan bising dipenuhi oleh pemudik yang merindukan kampung halaman.
Semuanya digerakkan oleh rasa yang sama, rasa bangga bahwa kita telah disucikan
kembali oleh Allah melalui Ramadhan.
Pada saat itu, yang membeli baju merasa bahwa di
hari lebaran nanti, tubuh yang suci haruslah dibalut dengan pakaian yang indah.
Yang membeli jajanan punya maksud sendiri, mereka tidak mau mengecewakan tamu
yang biasa hadir ke rumah dengan tradisi ‘halal-bi-halal’. Yang mudik dan
menyemuti jalanan pun punya alasan, mereka diberangkatkan oleh keinginan
bertemu keluarga agar maaf-me-maafkan itu nyata dan tak sekedar kata-kata.
Di sisi yang lain, ada yang mengklaim bahwa
hal-hal di atas tersebut tak perlu dilakukan. Lebaran harus kembali pada nafas
kesucian kita, yakni kesederhanaan. Yang lebih penting dari merayakan ialah
merawat agar kebaikan, ketika dan pasca-Ramadhan, itu terus bersemai sepanjang
hidup.
Semua alasan di atas tadi adalah benar dan patut
untuk diapresiasi. Sekarang kita beranjak ke pembahasan yang lain, yakni
pembahasan mengenai apa arti dari lebaran itu sendiri.
Arti Lebaran
Seperti kita ketahui bahwa lebaran itu merupakan
bahasa kita, Tak ada dalam negara manapun yang memakai istilah ini untuk
memaknai hari raya Idul Fitri.
Lebaran tidak memiliki arti kesucian ataupun
pengembalian roh pada titik awal. Lebaran bukan kata ganti yang artinya sama
dengan Idul Fitri (hari raya makan). Namun lebaran, karena sudah terlalu lama
dan mengakar, lebih mudah diucapkan daripada menyebut Idul Fitri.
Untuk itu, marilah kita mencari tahu darimana
datangnya kata lebaran, sehingga hal itu menjadi relevan dengan budaya bangsa
kita.
Untuk membedah suatu kata, kita mengenal dua hal,
etimologi dan terminologi. Sisi etimologi
mengupas tentang asal-usul kata.
Sedangkan terminologi membahas mengenai makna daripada kata tersebut. Untuk
menjelaskan tentang kata lebaran, kita hanya butuh etimologi saja.
Lebaran konon memiliki lima padanan kata yang
berkaitan dengannya. Lima kata tersebut adalah lebar-an, luber-an, labur-an,
lebur-an dan liburan. Mari kita bahas satu persatu.
Pertama, lebaran konon berasal dari lebar yang
dibubuhi imbunan -an. Lebar yang menjadi awalan dari lebaran bukanlah lebar
dalam arti bangunan, lapangan atau pun halaman. Akan tetapi ‘lebar hati’ kita
untuk memaafkan. Orang tua suka berkata “sing gede atine” manakala kita
disakiti dan dari situlah lebar dimasukan sebagai awal mula kata ‘lebaran’.
Kedua, lebaran dianggap juga sebagai kata yang
bermula dari ungkapan luber. Luber dalam KBBI memiliki arti melimpah, meluap.
Ringkasnya, melewati batas daripada batas yang ditentukan. Luber maafnya, luber
rezekinya dan luber pula pahalanya sehabis Ramadhan. Untuk itu, maka luber-an
bertransformasi menjadi lebaran.
Ketiga, menurut Mustofa Bisri, lebaran diambil
dari kata laburan (jawa;mengecat). Setiap kali menjelang datangnya Idul Fitri,
semua kepala keluarga sibuk mengecat rumahnya agar tampak indah. Dari kebiasaan
laburan menjelang Idul Fitri itulah, lebaran menjadi sebuah kata yang setara
dengan makna Idul Fitri itu sendiri.
Keempat, dalam satu kesempatan, Almarhum KH
Muhtar Babakan Ciwaringi pernah berujar bahwa lebaran itu berakar filosofis
dari kata leburan (jawa:menyatukan). Dengan ujian dan cobaan, dengan kesabaran
dan ketenangan, selepas Ramadhan itu diharapkan kita mampu meleburkan diri kita
pada sifat-sifat Tuhan. Dalam bahasa Syeikh Siti Jenar “manunggaling kawula
gusti”. Semangat perubahan itulah yang merubah leburan menjadi lebaran.
Kelima, atau yang terakhir, lebaran dimaknai
sebagai plesetan dari liburan. Dalam kalender Nasional, Hari Raya Idul Fitri
adalah tanggal merah yang artinya libur. Menikmati hari libur berarti liburan.
Oleh karena alasan itu, maka liburan yang diucapkan berulang-ulang, menjadi
titik pangkal dari munculnya lebaran.
Begitulah arti lebaran dalam bahasa kita
Indonesia. Unik dan bermacam-macam. Jauh dari nalar namun dekat dengan
perasaan.
Lebih penting daripada arti-arti itu adalah
esensi atau ruh yang seringkali dimiliki dalam setiap kali kita menyebut kata
‘lebaran’. Bagi kita, bangsa Indonesia, Idul Fitri itu lebaran. Dan lebaran itu
memaafkan, lebaran itu kesucian, lebaran itu kebahagiaan, lebaran itu
makan-makan, lebaran itu kerinduan, dan lebaran itu adalah lembaran baru untuk
menuju optimisme esok yang lebih baik.
Makna Idul ftri
Hari raya Idul Fitri adalah merupakan puncak dari
pelaksanaan ibadah puasa. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan
tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang
bertaqwa. Kata Id berdasar dari akar kata aada – yauudu yang artinya kembali
sedangkan fitri bisa berarti buka puasa untuk makan dan bisa berarti suci.
Adapun fitri yang berarti buka puasa berdasarkan akar kata ifthar (sighat
mashdar dari aftharo – yufthiru) dan berdasar hadis Rasulullah SAWyang artinya
:”Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi Muhammad SAW. Pergi (untuk shalat)
pada hari raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya.” Dalam Riwayat
lain: “Nabi Shallallahu alaihi wasallam Makan kurma dalam jumlah ganjil.” (HR
Bukhari).
Dengan demikian, makna Idul Fitri berdasarkan
uraian di atas adalah hari raya dimana umat Islam untuk kembali berbuka atau
makan. Oleh karena itulah salah satu sunah sebelum melaksanakan shalat Idul
Fitria dalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa
hari raya Idul Fitri 1 syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.
Sedangkan kata Fitri yang berarti suci, bersih
dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata
fathoro-yafthiru dan hadis Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang
berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena
mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq
‘alayh). Barangsiapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman
dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. (Muttafaq ‘alayh) . Dari penjelasan ini dapat disimpulkan pula
bahwa Idul Fitri bisa berarti kembalinya kita kepada keadaan suci, atau
keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).
Jadi yang dimaksud dengan Idul Fitri dalam
konteks ini berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti
petunjuk Islam yang benar. Bagi umat Islam yang telah lulus melaksanakan Ibadah
puasa di Bulan Ramadhan akan diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali
seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan Ibunya. Sebagaimana Sabda Nabi
SAW yang Artinya“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci.”
Adapun terkait hidangan khas waktu Idul Fitri
yaitu ketupat, dalam bahasa Jawa ketupat diartikan dengan ngaku lepat alias
mengaku kesalahan, bentuk segi empat dari ketupat mempunyai makna kiblat papat
lima pancer yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat yaitu arah jalan
hidup manusia. Ke mana pun arah yang ingin ditempuh manusia hendaknya tidak
akan lepas dari pusatnya yaitu Allah SWT.
Oleh sebab itu ke mana pun manusia menuju, pasti
akan kembali kepada Allah. Rumitnya membuat anyaman ketupat dari janur mencerminkan
kesalahan manusia. Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan kebersihan
setelah bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan
simbol kebersamaan dan kemakmuran. Janur yang ada di ketupat berasal dari kata
jaa-a al-nur bermakna telah datang cahaya atau janur adalah sejatine nur atau
cahaya. Dalam arti lebih luas berarti keadaan suci manusia setelah mendapatkan
pencerahan cahaya selama bulan Ramadan.
Adapun filosofi santen yang ada di masakan
ketupat adalah suwun pangapunten atau memohon maaf. Dengan demikian ketupat ini
hanyalah simbolisasi yang mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah
mohon ampun dari segala kesalahan hal ini merupakan makna filosofis dari warna
putih ketupat jika dibelah menjadi dua. Sedangkan, janur melambangkan manusia
yang telah mendapatkan sinar ilahiah atau cahaya spiritual/cahaya jiwa.
Anyaman-anyaman diharapkan memberikan penguatan satu sama lain antara jasmani
dan rohani.
Pemaknaan hari raya Idul Fitri hendaknya bersifat
positif seperti menjalin silaturrahmi sebagai sarana membebaskan diri dari dosa
yang bertautan antar sesama makhluk. Silaturahmi tidak hanya berbentuk
pertemuan formal seperti Halal bi Halal, namun juga bisa dengan cara
menyambangi dari rumah ke rumah, saling duduk bercengkerama, saling mengenalkan
dan mengikat kerabat. Apalagi sekarang permohonan maaf dan silaturahmi sudah
tidak mengenal batas dan waktu sebab bisa menggunakan jejaring media sosial
seperti contoh lewat sms, up date status, inbox di facebook, whatsapp, twiter,
yahoo mesenger, skype dan email.
Begitulah pentingnya silaturahmi sebagaimana
Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu
berjabat tangan melainkan keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka
berpisah. (HR.Daud,Tirmidzi&Ibnu Majah) . “
Kini kita dengan rasa suka cita dan senang karena
kita menyambut hari kemenagan disamping itu kita juga bercampur sedih, dan
dengan linangan air mata bahagia kita di tinggalkan bulan Ramadhan yang penuh
berkah, maghfirah dan Rahmat Allah SWT. Banyak pelajaran dan hikmah, faidah dan
fadhilah yang kita dapatkan.
Kini bulan Ramadhan telah berlalu, tapi satu hal
yang tidak boleh meninggalkan kita dan harus tetap bersama kita yaitu spirit
dan akhlakiyah puasa Ramadhan, sehingga 1 Syawal harus menjadi Imtidad atau
lanjutan Ramadhan dengan ibadah serta kesalehan sosial. Sebab kata Syawal itu
sendiri artinya peningkatan. Inilah yang harus mengisi sebelas bulan ke depan
dalam perjalanan hidup kita.
Dalam kesempatan berlebaran di hari raya yang
suci ini, mari kita satukan niat tulus ikhlas dalam sanubari kita, kita
hilangkan rasa benci, rasa dengki, rasa iri hati, rasa dendam, rasa sombong dan
rasa bangga dengan apa yang kita miliki hari ini. Mari kita ganti semua itu
dengan rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan.
Dengan hati terbuka, wajah yang berseri-seri
serta senyum yang manis kita ulurkan tangan kita untuk saling bermaaf-maafan.
Kita buka lembaran baru yang masih putih, dan kita tutup halaman yang lama yang
mungkin banyak terdapat kotoran dan noda seraya mengucapkan taqabbalallahu minna wa minkum Minal Aidin Wal
faizin Mohon Ma’af Lahir dan Batin.