Organisasi Kepemudaan Islam Tertua di Indonesia
Pemuda Muslimin Indonesia Peringati Milad ke 89
Tak banyak yang tahu bahwa tanggal 25 November 2017 kemarin, Pemuda
Muslimin Indonesia, salah satu organisasi kepemudaan tua di negeri ini
memperingati hari berdirinya yang ke-89. Ya, Pemuda Muslimin Indonesia (Pemuda Muslim) didirikan oleh kalangan jongintellectueelen Muslim,
tepat 29 hari setelah Sumpah Pemuda dikumandangkan di gedung Katholieke
Jongelengen Bond, Waterlooplein, Jakarta dalam Kongres Pemuda II.
Pemuda Muslim didirikan di Yogyakarta, 25 November 1928 atas kepeloporan tokoh-tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia-PSII (sekarang Syarikat Islam Indonesia)
yakni Agussalim, S.M. Kartosuwiryo, A.M. Sangadji, Muhammad Sardjan,
Samsuridjal, Abdul Gani, dan Soemadi diinisiasi sebagai jawaban atas
keluhan S.M. Kartosuwiryo selepas mengikuti Kongres Pemuda II, bahwa
belum ada organisasi kepemudaan yang merepresentasikan kepentingan
pemuda Islam.
“Ada yang menarik saat melihat para inisiator pendiri Pemuda Muslim,
hampir semuanya merupakan jebolan Jong Islamieten Bond (JIB), organisasi
kepemudaan Islam yang didirikan di Jakarta pada 1 Januari 1925.
Samsuridjal yang saat pendirian Pemuda Muslim adalah Ketua Departemen
Gerakan Pemuda PSII dan otomatis menjadi Ketua PB Pemuda Muslim masa
jihad 1928 – 1931, adalah mantan Ketua JIB yang pertama pada 1925 –
1926, dan mantan Ketua Jong Java Java yang ke-6, 1923-1924,” kata Ketua
Pimpinan Wilayah Pemuda Muslimin Indonesia Sulawesi Selatan, Muhammad
Kasman, menjelaskan kembali sejarah terbentuknya Pemuda Muslim kepada Harianamanah.com, Ahad (26/11/2017).
Melihat fakta ini, kata Kasman, bahwa kehadiran Pemuda Muslim adalah
ikhtiar untuk melanjutkan perjuangan para aktivis JIB di ruang yang
lebih luas. Meski aktivitas Pemuda Muslim belum optimal akibat
mengurusnya masing merangkap sebagai aktivis JIB dan kemudian disusul
dengan berdirinya perkumpulan mahasiswa untuk studi Islam, Studentent
Islam Studie Club (SIS) pada Desember 1934 di Jakarta.
“Pendirian JIB sendiri, sebagaimana diungkap oleh Yudi Latif dalam
Inteligensia Muslim dan Kuasa adalah lahir sebagai ungkapan kekecewaan
terhadap Jong Java. Pasalnya, sambil menyitir Steenbrink, Yudi menyebut
kekecewaan sebagian aktivis JIB karena Hendrik Kraemer, seorang
misionaris Kristen yang menjadi penasehat JIB, dan secara rutin
memberikan seri kuliah agama Kristen (serta teosofi dan Katolik) kepada anggota Jong Java,” jelasnya.
Kekecewaan pemuda yang beragama Islam terhadap Jong Java memuncak
saat digelar pertemuan tahunan ke tujuh organisasi ini di Yogyakarta
pada akhir tahun 1924. Ketua Umum Jong Java saat itu, Samsuridjal
mengusulkan agar diadakan pula seri kuliah mengenai agama Islam bagi
anggota Jong Java. Usulan ini tak dapat dukungan mayoritas, sehingga
Agussalim yang ikut hadir dalam rapat tersebut mengusulkan pendirian
organisasi baru, Jong Islamieten Bond.
Kekhawatiran Agussalim dan juga Samsuridjal adalah hal yang mendasar.
Yudi Latif menyebut bahwa sejumlah pelopor gerakan proto nasionalisme,
yang menjadi kelompok inteligensia baru adalah anak-anak dari priyayi
Muslim yang taat. “Namun, setelah setelah mengenyam pendidikan sekuler
secara intens, komitmen keislaman dari anak-anak priyayi Muslim yang
taat itu secara berangsur-angsur memudar”. Tulis Yudi Latif,” seperti
dituturkan Kasman.
Hal mana juga diakui sendiri oleh Agussalim pada tulisannya di
majalah terbitan JIB, Her Licht (Cahaya). Dalam terbitan no. 11-12
(Januari dan Februari 1926), pada halaman 26, di bawah artikel berjudul
‘Rede van den heer Hadji A. Salim’, dia menulis, “Meskipun saya terlahir
dalam sebuah keluarga Muslim yang taat dan mendapatkan pendidikan agama
sejak dari masa kanak-kanak, saya mulai merasa kehilangan iman”.
Spirit gerakan JIB untuk menjadikan calon-calon pemimpin bangsa
tercelup dalam spirit solidaritas Islam, tidak membuat mereka menjadi
fanatik, JIB tak pernah menanggalkan solidaritas nasional. “Dalam
menjadi seorang Muslim, seseorang harus mencintai tanah airnya karena
hal ini merupakan bagian hakiki dari keyakinan Islam,” tulis salah
seorang aktivis JIB, Mohammad Roem dalam Diplomasi: Ujung Tombak
Perjuangan RI (1989 : 131).
Roem yang juga aktivis PSII mengamini petuah Tjokroaminoto yang
selalu diungkapnya dalam berbagai kesempatan. “Wij hebben ons ras lief
en met de kracht van de leer van onzen godsdienst (Islam) doen wij ons
best om allen of het grootste gedeelte van onze bangsa een te maken (Kita
mencintai bangsa kita dan dengan kekuatan ajaran agama kita [Islam],
kita berusaha sepenuhnya untuk mempersatukan seluruh dan sebagian
terbesar bangsa kita),” demikian tegas Tjokroaminoto.
“Jadi pertautan sejarah dan ideologi JIB dengan Pemuda Muslim, tak
bisa dimungkiri, selain sebagai sama-sama dibina oleh aktivis senior
PSII, terutama Agusssalim, kepemimpinan Pemuda Muslim seperti berjodoh
dengan kader-kader JIB. Pada Confrence Pertama Pemuda Muslim yang
digelar untuk mencari pengganti Samsuridjal pada tanggal 29 Agustus
sampai dengan 2 Juni 1932 di Yogyakarta, 15 cabang yang hadir sepakat
memilih seorang aktivis JIB, Muhammad Sardjan menjadi Ketua PB Pemuda
Muslim pada saat itu,” lanjut Kasman.
Sejak didirikan, Pemuda Muslim berhasil menggelar Kongres (Majelis
Syuro) sebanyak enam kali sebelum ‘tiarap’ pada saat pendudukan Jepang
seiring dibubarkannya JIB. Pemuda Muslim baru berhasil menggelar kembali
Kongres (Majelis Syuro) ke-VII tahun 1957 yang ditetapkan sebagai
Kongres Nasional I Pemuda Muslimin Indonesia di era kemerdekaan, meski
hanya mampu menghasilkan pergantian Ketua dan menjaga eksistensi
organisasi.
Pemuda Muslim baru bisa kembali bergerak secara dinamis setelah
menggelar Kongres (Majelis Syuro) IX di Bandung pada tahun 1966.
Berbagai macam aktivitas yang bertujuan untuk mendidik kadernya menjadi
orang yang siap berjuang dengan berlandaskan spirit keislaman dan
keindonesiaan. “Beberapa kegiatan dimaksud adalah mengadakan pembentukan
Corps Putri Muslimin, Training Kader, serta Pembinaan Administrasi dan
Organisasi,” jelasnya.
![]() |
Sebagai sayap PSII, Pemuda Muslim berusaha mengimplementasikan amanah Tjokroaminoto dalam tulisannya Moeslim Nationaal Onderwijs.
Menurut Tjokroaminoto, pendidikan selayaknya mengantarkan manusia pada
kemerdekaan, menanam keberanian yang luhur, benih peri kebatinan yang
halus, benih kehidupan yang shaleh, dan rasa kecintaan terhadap tanah
tumpah darah. “Organisasi kepemudaan Islam bisa menjadi katalisator bagi
proses pembinaan pemuda terkait hal ini!” Tegas Tjokroaminoto.
“Bahkan Pemuda Muslim terlibat dalam inisiasi pendirian wadah kepemudaan nasional (cikal bakal KNPI yang dideklarasikan 23 Juli 1973),
sebelum akhirnya diberangus oleh orde baru pada tahun 1973. Baru pada
tahun 2009, Pemuda Muslim berhasil menggelar Majelis Syuro (Kongres
Nasional) ke-XI di Jakarta dengan tetap mempertahankan spirit keislaman
dan spirit keindonesiaan sebagai ruh perjuangan organisasi,” tegas Kasman.
Pemuda Muslimin Indonesia, pada usianya yang ke-89 tahun kembali
menegaskan bahwa Islam tak lagi sekadar solidaritas sosial, kader-kader
berhimpun dalam Pemuda Muslim bukan sekedar karena mereka menganut agama
yang sama, Islam. Lebih dari itu, dengan usia yang kian dewasa, Pemuda
Muslim meyakini bahwa Islam juga adalah azas bagi kerja-kerja
sosial-politik. Sebagaimana penggalan Mars Pemuda Muslim yang berbunyi, ‘Menjunjung derajat Islam, meninggikan bangsanya’.
“Semoga ke depan, Pemuda Muslim Indonesia bisa berperan seperti Agus salim dalam
menghadirkan calon pemimpin bangsa yang paham tentang Islam sebagai
agama yang mayoritas dianut oleh rakyat Indonesia, seperti Samsuridjal,
A. M. Sangadji, Moehammad Roem, Muhammad Sardjan, dan Kasman
Singodimedjo. Mereka kader-kader JIB yang tak sedikit kontribusinya bagi
pertumbuhan Pemuda Muslimin Indonesia di masa awal pendiriannya,”
tutupnya.
Sumber: Harian Amanah
Sumber: Harian Amanah